hari ini aku mengikuti suatu training di kampus UNY tercinta. dalam training ini saya diajarkan untuk lebih sering melakukan kebaikan. karena pada dasarnya kebaikan itu tidak hanya berguna bagi orang lain tetapi juga kepada orang lain. selain mengajarkan untuk terus berbuat kebaikan, saya juga memperoleh ilmu bahwa kita harus optimis dan percaya bahwa Allah Swt mencintakan kita dengan sesempurna mungkin sehingga tidak ada alasan bagi kita untuk menganggap kita bukan siapa-siapa. kita adalah ciptaannya yang sempurna, tidak ada produk gagal pada ciptaan Allah Swt. so... jadilah pribadi yang Excellent yang tercermin dalam perilakumu.
Sabtu, 19 Mei 2012
Rabu, 02 Mei 2012
Sinopsis dan analisis film Dead Poets Society
Film Dead
Poets Society adalah film tahun 1989 yang bisa dikatakan sangat menginspirasi. Film ini mengisahkan
sekelompok siswa yang bersekolah di salah satu sekolah elite di Amerika yaitu
Akademi Welton. Sekolah ini merupakan sekolahan yang terkenal dengan
kedisiplinan yang tinggi dan menganut semboyan Tradisi, Kehormatan, Disiplin
dan Pretasi. Kisah ini bermula dari kisah kehidupan sosial tujuh orang siswa
yaitu : Neil, Todd, Knox, Charlie, Richard, Steven dan Gerard yang merasakan ketidaknyamanan
dengan peraturan di sekolahnya tersebut.
Pemikiran
mereka tentang ilmu pengetahuan berubah setelah datang guru baru yang akan
mengajarkan satra inggris kepada mereka. Guru tersebut adalah John Keating yang
juga merupakan alumni akademi welton. Guru ini mengajar dengan teknik yang
berbeda sehingga siswa yang diajarnya terinspirasi dengan apa yang ia ajarkan
salah satunya adalah Neil yang memang sejak awal memiliki minat dalam bidang
akting.
Hingga suatu
saat Neil dan kawan-kawannya menemukan
catatan tua sekolah dimana ternyata guru sastra inggris mereka, John Keating,
pernah mempunyai klub rahasia bernama Dead
Poets Society. Klub yang anggotanya gemar membaca puisi dan selalu punya
pemikiran berbeda dari yang lainnya menjadi inspirasi Neil dan kawan-kawan
untuk membentuk sebuah klub yang sama. Lambat
laun pemikiran Neil dan teman-temannya terbuka lebar berkat pengajaran yang
dilakukan oleh Keating, terlebih lagi mereka mendapatkan istilah baru yaitu Carpe Diem yang dalam bahasa inggris
berarti Seize The Day yang berarti raihlah kesempatan menjadi motto baru
dalam hidup mereka. Terutama Todd, remaja paling pemalu diantara
teman-temannya yang lain yang lambat laun menjadi seorang yang berani
mengutarakan isi hatinya berkat pola pikir Keating yang selalu menginspirasi
dan mendukungnya.
Film ini
mengandung pesan moral sekaligus menyindir pemikiran-pemikiran orthodox
atau pemikiran kaum kolot pada masanya. Freethinkers adalah jargon
yang selalu diucapkan oleh John Keating. Lakukan apa yang ingin kamu lakukan, seize
the day! Semua perkataan yang meluncur dari mulut Keating seolah-olah
merasuk kedalam diri Neill, Todd, Knox dan Dalton. Neill yang notabene seorang
murid yang paling pandai tahu bahwa berakting adalah kegemarannya dan impiannya
disamping mendapat nilai bagus terus-menerus di sekolah, kemudian Knox
mempraktekan betul apa itu yang disebut seize the day dengan cara
menemui gadis pujaan hatinya walau dia tahu bahwa gadis yang disukainya sudah
dimiliki orang lain, dan Todd, remaja pemalu yang akhirnya bisa mengungkapkan
isi hatinya dengan lantang ke seluruh orang. Betul, mereka adalah para pemuda
yang tahu dan paham betul makna pelajaran yang diberikan oleh Keating di setiap
kelasnya, tahu betul bahwa menjadi seorang yang bisa menikmati kehidupan,
cinta, dan keberadaan diri adalah modal penting untuk menjalanai hidup ini
selain menjadi bankir, pengacara maupun seorang dokter yang sukses.
Akan tetapi apa
yang diajarkan oleh Keating dianggap tidak baik oleh pihak sekolah karena
melenceng dari prinsip akademi welton. Hal ini memunculkan berbagai
permasalahan, terlebih lagi adanya permasalahan antara Neil dengan orangtuanya
yang tidak sependapat. Neil ingin mengembangkan bakat beraktingnya tetapi
orangtuanya inngin ia menjadi dokter. Sehingga hal ini membuat Neil tertekan.
Ia semakin tertekan dan akhirnya melakukan bunuh diri sebagai protesnya kepada
orangtuanya dan sebelum bunuh diri ia memberikan pesan “Ia
merencanakan hidupku tapi tak pernah menanyakan apa yang aku inginkan”. Pesan
ini menjadi sebuah senjata bagi orangtuanya untuk mencari penyebab Neil bunuh
diri. Orangtua Neil bekerjasama dengan pihak sekolah untuk mengusut tuntas
permasalahan ini dan yang mereka curigai adalah guru sastra inggris yang tidak
lain adalah John Keating. Alhasil John Keatingpun dikeluarkan dari sekolah.
Akan tetapi saat akan berpamitan para siswa yang dulu diajarnya merasakan
keberatan sehingga mereka melakukan suatu seperti yang dulu pernah diajarkan
oleh Keating.
Dari
hal itu dapat kita lihat bahwa adanya konflik antara siswa, orangtua, guru dan
sekolahan. Kebanyakan orangtua tidak memperhatikan apakah bakat dan minat yang
dimiliki oleh anak mereka, orangtua selalu mengatakan memberikan yang terbaik
kepada anaknya akan tetapi mereka justru menjerumuskan anak mereka dalam
kegelapan. Selain itu pihak sekolahpun tidak mengembangkan proses pembelajaran
yang mampu menarik siswa dalam mencerna mata pelajaran yang diperoleh. Kebanyakan
kebijakan yang diterpkan kurang berpihak kepada siswa dan cenderung menjadikan
siswa menjadi apatis dan individualis. Seharusnya antara guru, orangtua dan
sekolahan melakukan segala kebijakan yang tidak merugikan siswa. Siswa harus
lebih diajak aktif dalam berbagai pembelajaran yang dilakukan supaya mereka
tidak hanya manghafal dan memahami tetapi juga melaksanakannya dalam kehidupan
sehari-hari sehingga pembelajaran yang mereka peroleh benar-benar memiliki
kegunaan dalam kehidupannya di masa mendatang.
Analisis Film “Alangkah Lucunya (Negeri Ini)”
Film
“Alangkah Lucunya (Negeri Ini)” adalah film karya anak bangsa yang menceritakan
mengenai realita kehidupan masyarakat kaum marginal Indonesia yang terjadi saat ini. Dalam film
ini terdapat berbagai macam permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang harus
mereka hadapi baik secara pendidikan, ekonomi, sosial dan politik. Masyarakat
Indonesia terutama kalangan menengah kebawah benar-benar mengalami berbagai
macam kesulitan dalam menjalani kehidupan.
Hal
ini dapat kita lihat di dalam film. Mulai dari masalah pendidikan, pendidikan
yang seharusnya merupakan suatu pegangan dalam melakukan atau menjadikan adanya
suatu perubahan dalam kehidupan masyarakat dianggap remeh oleh masyarakat.
Mereka menganggap pendidikan hanyalah sebuah formalitas saja karena menurut
mereka yang menjadikan mereka hidup bukanlah pendidikan tetapi uang. Selain itu
dalam film ini menceritakan perjuangan seorang pemuda lulusan sarjana manajemen
yang belum mendapatkan pekerjaan, pemuda ini bukan pemalas dalam mencari kerja
tetapi lapangan kerjalah yang tidak ada. Kemudian ada pula sarjana pendidikan
yang kerjaannya adalah nongkrong di pos ronda untuk bermain “gaplek”. Hal ini
merupakan bukti ketidakefektifnya pendidikan bagi masyarakat marginal.
Permasalahan
dalam bidang ekonomi, hal ini dapat kita lihat dari banyaknya masyarakat miskin
yang ada di Indonesia. Masyarakat miskin yang ada kebanyakan terjadi karena
mereka menjadi pengangguran. Penggangguran yang terjadi bukan karena mereka
tidak memiliki SDM yang baik, akan tetapi mereka mengganggur karena kurangnya
lahan pekerjaan. Sehingga persaingan antara jumlah pelamar dengan jumlah pekerjaan tidak seimbang. Masyarakat
jadi hanya melakukan aktifitas yang dapat mengisi waktu luang mereka yang
panjang.
Permasalahan
dalam bidang sosial, karena tingkat kemiskinan yang tinggi dan kurang
kepedulian masyarakat marginal dengan pendidikan menjadikan adanya
penyakit-penyakit masyarakat yang berdampak akan adanya kriminalitas,
kemiskinan, konflik sosil dan kenakalan remaja. Dalam film “Alangkah Lucunya
Negeri ini” anak-anak yang seharusnya memiliki hak untuk dilindungi, diberi
pendidikan justru mereka harus mencari pendapatan guna memenuhi kelangsungan
hidup mereka. Pekerjaan yang mereka lakukanpun tidak mengenal apakah itu halal
atau haram, yang terpenting bagi mereka adalah kehidupan mereka sehari-hari
tercukupi salah satunya dengan mencopet. Sehingga hal ini menjadikan mereka
melakukan apa saja yang mereka sukai. Setelah mencopet mereka dengan enak,mudah
dan tanpa merasa bersalah menghabskan hasil copetan mereka. Bahkan mereka juga
tidak mengenal apa itu tulisan? Bagaimana cara membaca? Yang mereka ketahui
hanyalah berapa uang hasil copetan.
Kemudian
dalam bidang politik, dalam film ini juga menceritakan tentang seorang anak
muda yang bercita-cita untuk menjadi anggota DPR. Dia melakukan berbagai macam
cara kampanye guna memperoleh masa. Dalam hal ini juga memperlihatkan dimana
seorang calon anggota DPR ternyata bukan kepintaran dan ilmu yang menjadi bahan
pertimbangan menjadi calon anggota DPR akan tetapi berapa banyak uang yang
dimilikilah yang menjadi pertimbangan utama menjadi calon badan legislative.
Dari
berbagai macam permasalahan yang terjadi menandakan kurang berhasilanya
pemerintah dalam menjalankan kewajibannya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Kenapa saya mengatakan kurang berhasil? Karena dalam satu sisi ada program yang
berhasil dilaksanakan oleh pemerintah yaitu mencetak sarjana. Akan tetapi hal
itu tidaklah diimbangi dengan fasilitas-fasilitas lain yang mampu mewadahi
mereka yang lulus sarjana. Selain itu pemerintah juga telah melakukan
pelanggaran terhadap Undang-undang Dasar 1945 pasal 34 ayat 1 yang berbunyi :
“fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Saya mengatakan ini
sebagai pelanggaran karena pemerintah justru menindas mereka. Fakir miskin dan
anak terlantar seharusnya dipelihara Negara, pemerintah wajib memberikan adanya
kebijakan yang mendukung kelangsungan hidup mereka bukan malah mengusik
kehidupan mereka. Meskipun mereka kaum marginal, bagaimanapun juga mereka tetap
Warga Negara Indonesia yang wajib untuk dilindungi. Kemudian yang paling utama
menjadi tugas kita adalah memberantas korupsi, karena sesungguhnya yang
menjadikan Negara Indonesia menjadi seperti saat ini adalah ketamakan
pemerintah yang lebih mementingkan individu serta kelompoknya saja. Harus
dilakukan adanya suatu pembaharuan dalam Negara ini. Pembaharuan dapat
dilakukan dari perbaikan system pendidikan, yang kemudian ke system ekonomi
selanjutnya ke system politik karena antara ketiga system ini saling memiliki
kaitan.
Rabu, 21 Maret 2012
PESANTREN SEBAGAI UPAYA MODEL PENDIDIKAN BERBASIS MASYARAKAT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan tumpuan utama dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Pendidikan menjadi sarana bagi pembentukan intelektualitas, bakat, budi pekerti atau akhlaq dan kecakapan peserta didik. Dunia pendidikan dimasa depan dituntut untuk lebih dekat dengan realitas serta permasalahan hidup yang ada didalam masyarakat. Sehingga lembaga pendidikan harus berperan aktif dalam memecahkan problem sosial.
Komitmen dan konsentrasi terhadap pemecahan problem sosial sudah seharusnya menjadi bagian dari visi dan misi dunia pendidikan nasional. Lembaga pendidikan baik negeri ataupun swasta dituntut agar lebih berkomitmen mengingat kompleksitasnya permasalahan yang dihadapi bangsa ini. Fenomena merosotnya kualitas moral bangsa tampaknya menggugah kesadaran bersama untuk memperkuat kembali dimensi moralitas bangsa dengan mengoptimalkan pelaksanaan pendidikan akhlaq atau budi pekerti.
Kompleksitas permasalahan yang dihadapi bangsa sudah seharusnya menjadi bagian pertimbangan dalam menata dunia pendidikan nasional. Peluang pendidikan untuk mengakomodasi tuntutan masyarakat semakin terbuka lebar dan peluang masyarakat untuk mendapatkan pendidikan sesuai dengan kebutuhan kian tersedia seiring dipahaminya konsep pendidikan berbasis masyarakat.
Pendidikan berbasis masyarakat disini difokuskan dalam pesantren. Pesantren merupakan salah satu pendidikan yang berbasis masyarakat dimana pendidikan berbasis masyarakat merupakan perwujudan dari demokrtisasi pendidikan melalui perluasan pelayanan pendidikan untuk kepentingan masyarakat.
Kebanyakan masyarakat sering mengait-ngaitkan pesantren dengan terorisme, padahal dalam kehidupan pesantren tidak ada pembelajaran mengenai terorisme tetapi yang ada adalah pembelajaran mengenai “jihad” yaitu berjuang di jalan Allah. Sehingga perlu diluruskan akan pemikiran yang ada dalam masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah konsep pendidikan berbasis masyarakat dan definisi pesantren?
2. Mengapa pesantren dianggap sebagai model pendidikan berbasis masyarakat?
C. Tujuan
1. Mengetahui konsep pendidikan berbasis masyarakat dan definisi pesantren.
2. Mengetahui alasan pesantren sebagai model pendidikan berbasis masysrakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat dan Definisi Pesantren
1. Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pendidikan berbasis masyarakat menjadi suatu gerakan penyadaran masyarakat untuk terus belajar sepanjang hayat dalam mengatasi tantangan kehidupan yang berubah-ubah dan semakin berat. Pendidikan berbasis masyaakat adalah model penyelenggaraan pendidikan yang bertumpuatas prinsip “dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat”.
Michael W. Galbraith mengartikan bahwa pendidikan berbasis masyarkat merupakan sebagai proses pendidikan dimana individu atau orang dewasa menjadi lebih berkmpetan dalam menangani keterampilan, sikap dan konsep mereka dalam hidup didalam dan mengontrol aspek-aspek local dari masyarakat melalui partisipasi demokratis. Pendapat yang lebih luas mengenai pendidikan berbasis masyarakat dikemukakan oleh Mark K. Smith yang mengatakan bahwa pesantren merupakan sebuah proses yang didesain untuk memperkaya kehidupan individual dan kelompok dengan mengikutsertakan orang-orang dalam wilayah geografis atau berbagi mengenai kepentingan umum, untuk mengembangkan sukarela tempat pembelajaran, tindakan dan kesempatanrefleksi yang ditentukan oleh pribadi, social, ekonomi dan kebutuhan politik mereka.
Sebagian ahli pendidikan seperti Compton & H McClusky menyebutkan istilah “Community education is development” (pendidikan masyarakat untuk pengenbangan yang didefinisikan sebagai proses yang menjadi jalan bagi anggota masyarakat supaya mampu mengidentifikasi problem dan kebutuhannya, mencari solusi diantara mereka sendiri, memobilisasi sumber-sumber yang ada seperlunya dan melakukan rencana tindakan atau pembelajaran ataupun kedua-duanya. Sehingga pendekatan pendidikan masyarakat adalah salah satu pendekatan yang menganggap masyarakat sebagai agen sekaligus tujuan, melihat pendidikan sebagai proses dan menganggap masyarakat sebagai fasilitator yang dapat menyebabkan perubahan yang lebih baik.
Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan dianggap berbasis masyarakat jika tanggung jawab perencanaan hingga pelaksanaan berada ditangan masyarakat. Prinsip pendidikan berbasis masyarakat merupakan pendidikan yang dirancang, diatur, dilaksanakan, dinilai dan dikembangkan oleh masyarakat. Jenis pendidikan ini dikembangkan atas dasar inisiatif masyarakat untuk menjawab problema hidup, dikelola masyarakat secara mandiri dengan memanfaatkan fasilitas yang dimiliki masyarakat serta menekankan pada pentingnya partisipasi warga pada setiap kegiatan belajar.
Model pendidikan berbasis masyarakat saat ini mulai diakui keberadaannnya sejak diberlakukannya UU no.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dengan berpijak pada UU Sisdiknas ini pendidikan berbasis masyarakat di Indonesia menunjuk pada pengertian yang variatif yang mencakup:
a. Pendidikan luar sekolah yang diberikan oleh organisasi akar rumput (grassroot organization) seperti pesantren dan LSM.
b. Pendidikan yang diberikan oleh sekolah swasta dan yayasan.
c. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan oleh pusat pelatihan milik swasta.
d. Pendidikan luar sekolah yang disediakan oleh pemerintah.
e. Pusat kegiatan belajar masyarakat.
f. Pengambilan keputusan yang berbasis masyarakat.
Michael W. Galbraith menjelaskan lebih luas menganai prinsip-prinsip pendidikan berbasis masyarakat yaitu:
a. Self determination (menentukan diri sendiri) yaitu anggota masyarakat memiliki hak dan tanggungjawab untuk menentukan kebutuhan masyarakat dan mengidentifikasi sumber-sumber masyarakat yang dapat digunakan sebagai rumusan kebutuhan.
b. Self help (menolong diri sendiri) yaitu masyarakat menjadi bagian dari solusi dan membangun kemandirian lebih baik, dimana anggota masyarakat dilayani dengan baik saat kemampuan mereka untuk menolong diri mereka sendiri telah didorong dan dikembangkan.
c. Leadership development (pengembangan kepemimpinan) dimana para pemimpin local dilatih terus untuk menjadi terampil dalam memecahkan masalah, membuat keputusan dan interaksi dalm kelompoksecara terus-menerus.
d. Localization (lokalisasi) yaitu masyarakat diberi kesempatan dalam pelayanan, program dan terlibat dekat dengan kehidupan tempat masyarakat agar partisipasi masyarakat tinggi.
e. Integrated delivery of service (keterpaduan pemberian pelayanan) yaitu adanya hubungan antaragenerasi dalam masyarakat dan agen-agen yang menjalankan pelayanan public dalam rangka pemenuhan tujuan dan pelayanan public yang lebih baik.
f. Reduce duplication of servise (mengurangi duplikasi pelayanan) yaitu masyarkt memanfaatkan secara penuh sumber-sumber fisik, keuangan, dan sumber daya manusia dalam lokalitas mereka dan mengoordinir usaha mereka tanpa duplikasi pelayanan.
g. Accept diversity (menerima pembebasan) yaitu menghindari pemisahan masyarakat yang menghalangi pengembangan masyarakat secara utuh.
h. Institutional responsiveness (tanggungjawab kelembagaan) yaitu pelayanan kebutuhan masyarakat merupakan kewajiban lembaga public sejak lembaga terbentuk untuk melayani masyarakat.
i. Lifelong learning (pembelajaran seumur hidup) yaitu kesmpatan pembelajaran formal dan informal harus tersedia bagi anggota masyarakat untuk semua anggota masyarakat tanpa terkecuali.
Untuk melaksanakan paradigm pendidikan berbasis masyarakat setidaknya harus memenuhi lima syarat yaitu:
a. Teknologi yang digunakan harus sesuai dengan kondisi dan situasi nyata yang ada dalam masyarakat.
b. Memiliki lembaga atau wadah yang statusnya jelas dimiliki, dipinjam, dikelola dan dikembangkan oleh masyarakat.
c. Program belajar yang akan dikembangkan harus bernilai social dan bermakna bagi kehidupan peserta didik.
d. Program belajar harus menjadi milik masyarakat bukan pemerintah.
e. Aparat pendidikan luar sekolah tidak menangani sendiri programnya tetapi bias bermitra dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan.
2. Definisi Pesantren
Kata pesantren berasal dari akar kata santri dengan awalan ”pe” dan akhiran ”an” berarti tempat tinggal para santri. Profesor John berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yaitu berarti guru mengaji. Sedangkan CC.Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari kata shastri yang dalam bahasa India adalah orang-orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Kata shastri sendiri memiliki akar makna yang sama dengan kata shastra yang berarti buku- buku suci, buku-buku agama atau pengetahuan. Tetapi, mungkin juga kata santri dirunut dari kata cantrik, yaitu para pembantu begawan atau resi yang diberi upah berupa ilmu.
Teori terakhir ini pun juga perlu dipertimbangkan karena di pesantren tradisional yang kecil, di pedesaan-pedesaan, santri tak jarang juga bertugas menjadi pembantu Kyai. Konsekuensinya, Kyai memberi makan kepada santri selama santri ada di pesantren dan juga mengajarkan ilmu agama. Selain istilah tersebut, dikenal pula istilah pondok yang berasal dari kata Arab fundûq dan berarti penginapan. Dalam perkembangan selanjutnya, kedua istilah tersebut biasa digunakan secara bersama-sama, yakni pondok pesantren.
Potret pesantren tidak terelepas dari definisinya, yaitu sebagai sebuah tempat pendidikan santri. Para ahli berbeda-beda dalam menyebutkan unsur-unsur yang harus ada di dalam pesantren. Ada yang menyebutkan tiga unsur, yaitu santri, asrama dan Kyai. Tetapi ada pula yang menyebutkan lima unsur yaitu santri. Asrama. Kyai, mesjid dan pengajaran kitab kuning.
Terlepas dari perbedaan bilangan yang menjadi unsur pesantren, semua sepakat bahwa Kyai menempati posisi sentral di dalam sebuah pesantren. Kepada Kyai itulah santri belajar ilmu pengetahuan agama. Agar proses belajar itu lebih lancar, maka di sekitar rumah Kyai dibangun asrama untuk para santri. Di samping itu, pada umumnya juga ada fasilitas ibadah berupa mesjid.
Selain sebagai pengajar, Kyai juga merupakan pemimpin dalam sebuah pesantren. Dalam kepemimpinannya, Kyai memiliki kekuasaan yang hampir mutlak. Visi dan misi, kurikulum, managemen dan berbagai urusan lain di pesantren, semuanya tergantung kepadadawuh (titah) Kyai. Memang kadang-kadang santri senior diberi tugas menjalankan teknis pendidikan juga di pesantren itu, atau menggantikan Kyai dalam mengajar apabila ada uzur (badal).
Sedangkan dalam sistem pendidikan nasional dijelaskan bahwa pesantren memiliki tiga unsur utama, yaitu (1) Kyai sebagai pendidik sekaligus pemilik pondok dan para santri; (2) kurikulum pondok pesantren; dan (3) sarana peribadatan dan pendidikan, seperti masjid, rumah Kyai, dan pondok, serta sebagian madrasah dan bengkel-bengkel kerja keterampilan. Kegiatannya terangkum dalam ”Tri Dharma Pondok Pesantren” yaitu: (1) keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt.; (2) pengembangan keilmuan yang bermanfaat; dan (3) pengabdian kepada agama, masyarakat, dan negara.
B. Pesantren sebagai Model Pendidikan Berbasis Masyarakat
1. Sejarah pesantren
Pesantren kebanyakan berdiri atas inisiatif masyarakat muslim yang memiliki tujuan untuk mendidik generasi muda agar memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran islam dengan baik. Pesantren berhasil mempertegas eksistensinya sebagai pusat belajaar masyarakat karena pesantren memiliki otonomi dengan menggunakan model manajemen sendiriyang kemudian akhir-akhir ini dikenal dengan sebutan manajemen pendidikan berbasis masyarakat.
Seiring dengan perjalanan bangsa ini, saat lembaga social lain belum berjaln secara maksimal pesantren telah menjadi pusat kegiatan masyarakat dalam belajar agama, beladiri, pengobatan, konsultasi pertanian, mencari jodoh bahkan untuk menyusun perlawanan pada kaum penjajah. Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang unik bukan hanya karena keberadaannya yang sangat lama tetapi juga kultur, metode dan jaringan yang khas diterapkan dalam pesantren. Pesantren juga memiliki jaringan social yang kuat terhadap masyarakat dan sesama pesantren karena besar pengaruh pesantren bukan hanya pada kesamaan pola piker, paham keagamaan tetapi juga memiliki kekerabatan yang kuat dan erat.
Diperkirakan jumlah pesantren di Indonesia (berdasarkan data Depag 1997) telah mencapai kurang lebih 9.415 pesantren dengan jumlah santri kurang lebih 1.613.727 santri. Pesantren tersebut dikategorikan kedalam tiga model. Model yang pertama adalah model pesantren tradisional yang masih sangat kental mempertahankan system salafiyahnya dan menolak intervensi kurikulum dunia luar. Kedua, model pesantren yang sudah melebur dengan modrenisasi. Ada pelajaran kurikulum salafiyah dan kurikulum umum. Ketiga, model pesantren yang mengikuit proses perubahan modrenitas tanpa menghilangkan system kurikulum salafiyah.
Meskipun pesantren dicap sebagai pendidikan tradisional akan tetapi pesantren tetap bertahan sampai hari ini. Ditengah-tengah pendidikan nasional yang selalu berubah-ubah, apresiasi masyarakat islam Indonesia terhadap pesantren semakin hari semakin besar. Pesantren yang awalnya hanya sebagai rural-based institution kini berkembang menjadi pendidikan urbankarena banyak dikota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Medan,Yogyakarta, Malang dan kot-kota lainnya telah berdiri banyak pesantren didalamnya.
2. Relevansi dengan Basis Kultural Pesantren
Pendidikan pesantren adalah pendidikan tertua di Indonesia. Lembaga pendidikan ini dapat bertahan secara implicit mengisyaratkan bahwa islam tradisional dalam segi tertentu masih relevan dengan deru modernisasi. Awalnya dunia pesantren ringkuh dan enggan dalam menerima modernisasi sehingga terjadi kesenjangan antara pesantren dan dunia luar. Akan tetapi secara gradual pesantren mau menerima modernisas melalui proses akomodasi dan inovasi tertentu.
Pesantren sesungguhnya terbangun atas konstruksi kemasyarakatan dan epistemology social yang menciptakan suatu transendensi dari perjalanan historial social. Kemampuan pesantren untuk mengembangkan diri maupun masyarakat sekitarnya karena pondok pesantren memilki potensi. Potensi itu meliputi tiga aspek yaitu pertama, pondok pesantren hidup selama 24 jam. Kedua, pondok pesantren secara umum mengakar pada masyarakat, dan ketiga pondok pesantrendipercaya oleh masyarakat.
Ada tiga karakteristik yang merupakan basis utama kultur pesantren. Pertama, pesantren sebagai lembaga tradisionalisme. Kedua, pesantren sebagai pertahanan budaya. Mempertahankan budaya dan tetap bersandar pada ajaran dasar islam adalah budaya pesantren yang sudah berkembang sejak berabad-abad. Ketiga, pesantren sebagai pendidikan keagamaan. Pendidikan pesantren didasarkan dan diarahkan pada nilai-nilai kehidupan yang bersumber pada ajaran islam. Maka pendidikan pesantren didasarkan pada dialog yang dilakukan terus-menerus antara kepercayaan terhadap ajaran dasar agama yang diyakini memiliki nilai kebenaran mutlak dan realitas social yang memiliki nilai kebenaran relative.
3. Kultur Manajemen Pesantren
Dihadapkan pada derasnya arus perubahan social sebagai dampak modernisasi dan industrialisasi saat ini menjadikan pesantren dituntut untuk member reaksi serta respon yang memadai. Respon dalam menanggapi perubahan ini dilakukan ada yang secara lunak dan keras, ada yang membuka diri dan adapula yang menutup diri. Pesantren dituntut untuk melakukan konstektualisasi tanpa harus mengorbankan watak yang sesungguhnya sebagai institusi pendidikan, keagamaan dan social.
Pesantren harus membenahi kelemahannya, salah satunya dengan menerapkan manajemen pendidikan berbasis masyarakat. Karena berdasarkan tuntutan modernisasi, aetiap lembaga pendidikan termasuk pesantren harus bertumpu pada masyarakat.
4. Ide Penerapan Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat di Pesantren
Selama ini pesantren telah menunjukkan kemampuannya dalam tumbuh dan berkembang dengan kekuatannya sendiri melaluimobilisasi sumber daya yang tersedia dalam masyarakat yang menjadi basis pendukungnya. Akan tetapi sebagian ahli mengatakan bahwa kemandirian pesantren belum optimal dalam melakukan terobosan-terobosan yang berarti. Pesantren dituntut untuk membuka diri dalam menghadapi perubahan slahsatunya dengan memodernisasi manajemen pengelolaannya. Tetapi karena pesantren merupakan jenis pendidikan berbasis masyarakat maka penerapan manajemen ini harus memperhatikan aspek manajemen yang berlaku dalam pendidikan berbasis masyarakat.
Penerapan manajemen berbasis masyarakat dalam pesantren meliputi beberapa tahap yaitu:
a. Perencanaan
Kyai merupakan elemen paling esensial dalam sebuah pesantren. Pertumbuhan suatu pesantren seringkali bergantung pada pribadi dari Kyai. Peran Kyai yang begitu dominan menangani suatu pondok dapat dipahami karena beberapa hal yakni:
1. Pesantren bias diandaikan sebuah kerajaan kecil dimana Kyai merupakan sumber mutlak dari kekuasaan dan kewewenangan dalam lingkup lingkungan pesantren.
2. Seorang Kyai dengan pembantunya merupakan hiererki kekuasaan satu-satunya yang secara eksplisit diakui lingkungan pesantren.
3. Kebanyakan pesantren merupakan gmbaran dari menifestasi Kyainya.
b. Pengorganisasian
Pengorganisasian dalam suatu pesantren diatur dan dibagikan tugas-tugas pada seluruh anggota serta pengelola pesantren agar dilaksanakan supaya mencapai tujuan yang diharapkan bersama. Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan keagamaan sehingga pengaturan tugas seperti tugas mengajar, mengatur ketertiban dan keamanan dilingkungan pesantren serta mengontrol kegiatan santri. Dalam pembagian tugas ini, biasanya Kyai akan mempertimbangkan beberapa hal yaitu: (1) senioritas santri, (2) penguasaan bidang ilmu tertentu, (3)pengabdian dan keiklasan.
Dalam hal pengorganisasian peran ustadz dan santri yang bertindak sebagai pembantu Kyai biasanya dilakukan berupa saran dan masukan. Kepemimpinan Kyai yang kharismatik sering terdengar samapi luar pesantren, sehingga para tokoh dan warga masyarakat menerima pesan keagamaan atau cultural Kyai. Kyai merupakan tonggak awal adanya dukungan dari para masyarakat luar. Luasnya pengorganisasian yang dilakukakn pesantren samapi melibatkan masyarakat dapat mempermudah dalam pencarian sumber dana.
c. Pengawasan
Pengawasan ataupun pengendalian pondok pesantren dalam proses belajar santri dilaksanakan bias dengan melibatkan para pembantunya. Perhatian dan rasa kasih saying Kyai merupakan sikap dari wujud pertanggung jawaban yang diamanatkan dari para wali santri. Kebanyakan para santri mengidolakan sosok Kyai Kyai adalah orangtuanya sendiri sehingga proses pengawasan serta pengendalian dapat berjalan secara efektif.
d. Penganggaran
Setiap organisasi membutuhkan dana untuk mebiayai kegiatan yang akan dilakukannya. Begitu pula pesantren, pesantren merancang anggaran yang dibebankan kepada para santrinya. Meskipun, Kyai merupakan tokoh sentral dalam manajemen pesantren, peran Kyai yang sudah melekat dalam masyarakat dapat meletakkan fondasi masyarakat dalam pengambangan peantren termasuk untuk mendanai pesantren dengan uang hasil jerig payahnya sendiri. Sehingga kemandirian atau otonomi dalam pengelolaan dana pembiayaan pendidikan dalam pesantren.
e. Evaluasi
Setiap kegiatan yang dilakukan oleh Kyai dalam mendidik para santrinya diperlukan adanya evaluasi. Evaluasi dilakukan setahun sekali dengan agenda pertanggung jawaban pada Kyai. Dalam hal ini diadakan dua kepengurusan yaitu pengurus pondok dan pengurus marasah. Pengurus podok bekerja dalam menangani urusan asrama seperti kebersihan, ketertiban, pemeliharaan dan lain-lain. Sedangkan pengurus pondok mengurusi bagaimana pendidikan dalam pesantren berjalan dengan baik dan lancar. Dalam evaluasi dapat diketahui tentang kesalahan atau kekurangan serta kemacetan yang dihadapi sehingga bias diperbaiki untuk kedepannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan berbasis masyaakat adalah model penyelenggaraan pendidikan yang bertumpuatas prinsip “dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat”. pendidikan dianggap berbasis masyarakat jika tanggung jawab perencanaan hingga pelaksanaan berada ditangan masyarakat. Prinsip pendidikan berbasis masyarakat merupakan pendidikan yang dirancang, diatur, dilaksanakan, dinilai dan dikembangkan oleh masyarakat. Pesantren adalah kampung peradaban. Keberadaannya didambakan, tetapi kadang kala pesonanya tak mampu membetahkan penghuninya. Ia sering dicibir sebagai bagian dari kamuflase kehidupan, karena lebih banyak mengurusi soal ukhrowiyah ketimbang duniawiyah. Ia sering dicerca sebagai pusat kehidupan fatalis, karena memproduksi kehidupan zuhud yang mengabaikan dunia materi. Padahal, orang pesantren menikmati kesederhanaan sebagai bagian dari panggilan moral keberagamaan. Bagi mereka dunia adalah ”alat” untuk menggapai akhirat.
Pesantren menjadi model pendidikan berbasis masyarakat karena dalam menghadapi Kompleksitas permasalahan yang dihadapi bangsa yang disebabkan merosotnya kualitas moral bangsa, pesantren memberikan terobosan baru dalam pengelolaannya. Pesantren saat ini tidaklah terlalu tertutup menerima perubahan serpi dahulu meskipun masih ada beberapa yang mempertahankannya. Pesantren juga telah membenahi struktur manajemennya sehingga berpacuan pada manajemen pendidikan berbasis masyarakat. Penerapan manajemen ini karena adanya tuntutan dari luar untuk membuka diri dalam merespons perubahan dengan memodernisasi pengelolaannya tanpa menghilangkan unsure salafiyahnya. Pesantren sangat memberikan dampak yang positif dalam kehidupan bermasyarakat.
B. Saran
Pendidikan dalam pesantren sebaiknya juga memasukkan unsur-unsur keduniawian supaya bila para santri lulus dari pesantren mereka mampu bersaing dengan masyarakat luas agar terjadi keseimbangan antara berkehidupan antar sesama dan keagamaannya. Selain itu pemerintah juga berpartisipasi dalam pengembangan pondok pesantren di Indonesia supaya tidak tergerus oleh perkembangan zaman.
Pemahaman tentang pesantren yang keliru di masyarakat juga hendaknya diluruskan karena sesungguhnya pesantren memberikan solusi dalam pendidikan karena memberikan unsure keagamaan sekaligus pemahaman dunia.
Daftar Pustaka
Baharuddin. 2009. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: ar-ruzz media
Nasution, S. 2003. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
Zubaedi. 2006. Pendidikan Berbasis Masyarakat. Yogyakarata: Pustaka Pelajar
Bachtiar, Nurhasanah.http://uin-suska.ac.id/tarbiyah/images/jurnal/2009/nurhasanah_pola.pdf diunduh pukul 8.47 am hari selasa tanggal 07 juni 2011
Langganan:
Postingan (Atom)